Kiat Menumbuhkan Keberanian
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Kiat Menumbuhkan Keberanian adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Aktualisasi Akhlak Muslim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada 25 Ramadhan 1441 H / 18 Mei 2020 M.
Keberanian berkaitan erat dengan jiwa. Keberanian lahir dari hati yang teguh, hati yang kuat, dan hati yang tenang ketika menjalani berbagai tugas yang mungkin penuh dengan resiko. Tapi keberanian dapat ditumbuh-kembangkan, dilatih dan diasah.
Ada beberapa faktor yang dapat membantu seorang muslim untuk menumbuhkan dan mengasah keberaniannya. Berani di sini bukan berarti ngawur atau tanpa perhitungan. Tapi berani dalam koridor yang benar. Faktor-faktor yang dapat membantu seorang muslim untuk menumbuhkan keberaniannya adalah:
1. Iman dan tawakal
Ini adalah faktor yang paling penting yang membantu lahirnya sifat berani. Yaitu keimanan yang lurus dan tawakal kepada Allah. Melalui dua hal ini seorang muslim akan semakin yakin bahwa segala sesuatu yang telah ditakdirkan bagi seseorang baik rezeki maupun musibah tidak akan berpindah kepada orang lain. Sehingga dia yakin ketika menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, apapun resiko yang dia terima, dia yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan yang baik. Maka dia tidak memperhitungkan resiko-resiko yang akan dia terima. Dan itu akan menumbuhkan keberanian dan akan mengenyahkan sifat takut. Nabi Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ
“Dan hendaklah kamu meyakini bahwa apa saja yang ditakdirkan tidak menimpamu, pasti tidak akan mengenaimu dan meyakini apa saja yang telah ditakdirkan menimpamu pasti akan mengenaimu.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Ini adalah nasihat yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampaikan kepada Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma. Padahal waktu itu Abdullah bin Abbas masih bocah, tapi Nabi menanamkan ini agar tumbuh sifat berani pada dirinya.
Jika iman seseorang kepada Allah dan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala itu kuat, maka keyakinannya terhadap pahala dan balasan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga akan semakin kokoh, rasa tawakal dan keyakinannya akan perlindungan Allah pun akan menjadi sempurna. Dia yakin bahwa pada hakikatnya seluruh manusia tidak dapat memberikan manfaat maupun bahaya kecuali sesuatu yang telah Allah takdirkan. Ia yakin bahwa ubun-ubun manusia berada dalam genggaman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seperti juga perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Abdullah bin Abbas:
وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ
“Dan hendaknya engkau meyakini dan mengetahui bahwa seandainya seluruh umat manusia bersatu untuk memberikan satu manfaat, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah Allah takdirkan atasmu.”
وَإِنْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوك بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوك إلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْك؛ رُفِعَتْ الْأَقْلَامُ، وَجَفَّتْ الصُّحُفُ
“Demikian pula sebaliknya apabila semua manusia bersatu untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah Allah takdirkan atas dirimu. Sesungguhnya pena takdir telah diangkat dan lembaran takdir pun telah mengering.” (HR. Tirmidzi)
Jadi ketika seorang hamba benar imannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, ini akan melahirkan kekuatan jiwa, kekuatan hati, dia tidak lagi takut celaan orang yang suka mencela, dia tidak pikir panjang tentang apa yang bakal menimpanya karena dia melihat di hadapannya adalah balasan Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa pahala dan surga. Ini akan menumbuhkan keberanian. Terutama didalam menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di situlah keberanian seseorang itu diuji. Bagaimana dia berani untuk menegakkan agama Allah, berani untuk mempertahankan nilai-nilai agama, nilai-nilai keimanan. Di situ diuji keberanian seseorang. Ia tidak takut celaan orang-orang yang mencela, dia tidak takut ejekan orang-orang yang mengejek, intimidasi adalah orang-orang yang melakukan intimidasi. Di situlah keberanian akan diuji. Karena sebagian orang ketika mendapatkan cobaan sedikit saja didalam menegakkan agama Allah, dia mundur ke belakang, dia menyerah, dia meninggalkan agama Allah. Ini menunjukkan sifat pengecut, penakut. Dan inilah sifat pengecut dan penakut yang dicela Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita bisa lihat itu dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam melaksanakan perintah Allah untuk menyerukan dan menyuarakan Laa Ilaaha Ilallah kepada penduduk Mekah yang mana satu kota saat itu memusuhi beliau. Tapi beliau tidak takut. Karena beliau yakin bahwa apa yang beliau lakukan itu adalah dalam rangka menegakkan dan melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan bersama beliau. Seperti perkataan beliau kepada sahabat beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq:
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّـهَ مَعَنَا
“Jangan kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah[9]: 40)
Jadi demikian. Bertawakal kepada Allah ini akan melahirkan keberanian dan kekuatan hati, kekuatan jiwa. Karena hati itu perlu sandaran. Hati berbolak-balik, hati itu lemah, dia perlu sandaran, dia perlu pegangan. Dan pegangan dan sandaran hati seorang mukmin adalah imannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala tempat hatinya bergantung.
اللَّـهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾
“Allah tempat bergantung segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlash[112]: 2)
Jadi, salah satu kiat untuk menumbuhkan keberanian di dalam diri kita, jiwa kita, adalah iman dan tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apalagi di dalam melaksanakan perintah-perintah Allah yang berat seperti jihad misalnya ataupun yang lainnya. Itu perlu keberanian untuk melaksanakannya. Karena dia berhadapan dengan musuh-musuh Allah. Jihad adalah puncak amalan di dalam Islam. Demikian juga dakwah, itu perlu keberanian untuk menyampaikan yang haq.
قُلِ الْحَقَّ، وَلَوْ كَانَ مُرًّا
“Katakanlah yang benar walaupun pahit.”
Demikian, ini perlu keberanian. Amar ma’ruf nahi munkar, menyampaikan nasihat, memberikan dakwah, ini perlu keberanian. Karena banyak tantangan yang akan dihadapiو akan ada musuh-musuh yang akan kita hadapi. Di situlah keberanian kita diperlukan.
Seorang muslim memiliki akhlak ini. Sehingga dengan keberanian tersebut dia dapat melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala itu.
2. Memperbanyak dzikir dan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Untuk menumbuhkan keberanian di dalam Islam bukan mengkonsumsi narkoba misalnya untuk supaya berani, tidak. Atau melakukan hal-hal yang konyol, berteriak-teriak, tidak. Ketika menghadapi musuh dimana kita memerlukan keberanian, berhadapan antara hidup dan mati, disitulah kita perlu keberanian. Dan keberanian pada saat itu tidak mungkin akan muncul kecuali dengan memperbanyak dzikir dan pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Itulah yang Allah perintahkan dalam surat Al-Anfal ayat 4, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّـهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٤٥﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu musuh, maka teguhkan hatimu dan banyak-banyaklah kamu mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala (berdzikir dan berdoa) semoga kamu menjadi orang yang beruntung.” (QS. Al-Anfal[8]: 45)
Jadi ketika menghadapi musuh kita perlu berani. Berani di situ muncul bukan dengan obat-obatan. Kalau orang-orang kafir untuk menghadapi kondisi-kondisi yang sangat genting mereka perlu mengonsumsi obat penenang dan lain sebagainya, ada yang mengkonsumsi narkoba, ada yang mabuk untuk menghilangkan rasa takut sehingga muncul keberanian. Dalam Islam tidak seperti itu.
Pasukan-pasukan muslim ketika menghadapi musuh, mereka diperintahkan untuk banyak-banyak mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena itu yang dapat meneguhkan hati, itu yang dapat menenangkan hati. Kalau hati sudah tenang, hati dapat memerintahkan pemiliknya untuk melakukan hal yang tepat. Kalau hati tidak tenang, mungkin akan larilah dia dari medan pertempuran, dia termasuk orang-orang yang lari dari peperangan yang ini merupakan salah satu dosa besar.
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ
“Salah satu dari tujuh dosa besar.” Yaitu:
التَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ
“Berpaling (mundur) dari medan pertempuran.” (HR. Muslim)
Lari dari pertempuran itu merupakan buah dari sifat pengecut.
Maka keberanian itu muncul dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan banyak-banyak berdzikir kepadaNya. Dengan itu muncul keberanian. Oleh karena itulah Allah perintahkan ketika menghadapi musuh untuk banyak-banyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah mengatakan:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّـهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ﴿٢٨﴾
“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hati akan tenang.” (QS. Ar-Ra’d[13]: 28)
Jika hati tenang, dia dapat menuntun kita kepada perkara-perkara kebaikan yang benar, baik, tepat, hikmah dan bijaksana.
3. Berlatih untuk bersikap berani
Tadi sudah kita sebutkan bahwa keberanian itu bersumber dari dalam hati. Maka seorang hamba harus tetap melatih diri untuk bersikap berani. Misalnya berani tampil di hadapan banyak orang, berani mengeluarkan pendapat. Apabila jiwa senantiasa dilatih untuk menghadapi tantangan, niscaya keberaniannya pun akan terasah, sehingga ia menjadi kuat. Apabila sudah demikian maka ia tidak lagi gentar berhadapan dengan apapun dan tidak khawatir menghadapi resiko apapun.
Di dalam menyampaikan Amar ma’ruf nahi munkar, menyampaikan ilmu, dalam menyampaikan dakwah, itu perlu melatih diri untuk bersikap berani di dalam menyampaikan kebenaran. Karena pasti banyak orang-orang yang menentangnya. Kadang-kadang kita terlalu berpikir resiko-resiko yang akan kita terima sehingga kita tidak berani melangkah. Langkah kita terhenti karena kita khawatir. Terlalu banyak resiko-resiko yang itu kadang-kadang bisikan-bisikan setan yang menumbuhkan sifat al-‘ajaz (lemah) dan al-jubn (penakut) di dalam hati manusia. Ini adalah dua hal yang menjadi satu paket. Yaitu lemah dan penakut.
Sebaliknya, mukmin dilatih untuk kuat dan berani. Ini adalah dua sifat yang terpuji. Lawannya adalah dua sifat yang tercela, yaitu sifat lemah dan sifat penakut yang dua-duanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berlindung kepada Allah dari keburukannya.
Maka seorang mukmin harus terus melatih dirinya untuk berani, tidak mudah untuk mundur ke belakang, tidak mudah untuk meninggalkan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak mudah untuk murtad. (Jangan sampai) karena risiko yang kecil, kita meninggalkan agama kita. Karena risiko yang kecil yang kita khawatirkan dan belum tentu itu terjadi kita meninggalkan aqidah kita, kita meninggalkan manhaj kita. Itu merupakan sikap lemah yang akan menumbuhkan rasa pengecut ataupun penakut. Dan itu adalah sifat yang tercela.
4. Keikhlasan dan tidak mempedulikan apa kata orang
Ikhlas ini adalah faktor yang sangat penting untuk menumbuhkan keberanian. Orang yang ikhlas, yang ada di hadapannya dalam mencari ridha Allah, mengharapkan surga, mengharapkan balasan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka dia akan tegar, dia tidak mudah mundur ke belakang, dia tidak mudah berhenti hanya dengan sedikit masalah misalnya.
Ada banyak orang-orang -misalnya- menuntut ilmu, banyak orang-orang yang mundur dari menuntut ilmu karena bersikap lemah dan pengecut, dan berkata: “Aduh aku nggak mungkin seperti si Fulan.” Maka jawabnya adalah bahwa manusia tidka mungkin bisa sama. Tapi minimal kita tidak meletakkan tangan kita dan akhirnya kita mundur ke belakang, mengangkat tangan kita tanda menyerah, mengibarkan bendera putih,tidak seperti itu.
Jadi seseorang itu harus memiliki keteguhan hati, keyakinan yang pasti, azam yang kuat, dan itu akan menumbuhkan kekuatan di dalam jiwanya dan akan menumbuhkan keberanian.
Lihat juga: Azam yang Kuat Bisa Mendatangkan Pahala atau Dosa yang Sempurna
Jadi keikhlasan ini adalah salah satu faktor yang menumbuhkan keberanian kita. Seorang muslim yang ikhlas hanya mengharapkan ridha dan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia tidak akan mempedulikan celaan orang lain selama tindakannya diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
لَا يَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ
“Tidak takut di dalam menegakkan agama Allah, celaan orang-orang yang suka mencela.”
5. Mengetahui buah manis dibalik keberanian
Jika seseorang mengetahui dampak baik yang muncul dari keberanian, niscaya hatinya akan menjadi kuat dan tenang, dia pun akan berani menyampaikan ucapan yang bermanfaat, melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh syariat. Karena dia melihat buah manis dari keberanian itu. Yaitu pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga surga yang Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan. Itu adalah hal yang demikian memikatnya sehingga dia menyingkirkan segala rasa takutnya.
Simak pada menit ke-19:32
Download mp3 yang lain tentang Aktualisasi Akhlak Muslim di sini.
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48458-kiat-menumbuhkan-keberanian/